Puisi Esai Network

”Brings Poetry to the Center of the Public Arena” ​

Denny JA

KAMIS, 20 MARET 2014 | 12:39 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

rmol.id Puisi tak lagi hanya ekspresi batin, tapi kini juga bagian dari sosialisasi sebuah perjuangan sosial. Untuk itu, para penyair pun memberikan kesaksian sosial melalui puisi esai. Kemarin (Rabu, 19/3), di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, para penyair meluncurkan lima buku puisi esai. Peluncuran itu lebih mirip pertunjukan teater atau wayang modern. Masing-masing penyair membacakan secuplik saja dari puisinya.

Sujiwo Tejo selaku dalang mencoba menjahit aneka penggalan puisi itu dalam satu kisah yang mengalir selama hampir dua jam. Format pertunjukan seperti menceritakan pewayangan dengan dalangnya.

Para penulis kawakan yang biasa menulis puisi lirik, penulis cerpen, atau esai kini bereksperimen menulis puisi esai. Hasilnya membuka dunia baru. Beberapa penyair yang selama hidupnya menulis puisi lirik, dengan puisi esai ternyata menggarap tema yang sama sekali berbeda dengan tema-tema yang biasa mereka tulis.

Ahmadun Y. Herfanda yang biasa menulis puisi lirik relijius, dengan puisi esainya justru menggarap tema baru mengenai konflik sosial dan ideologi. Begitu juga dengan 22 penyair lainnya. Mereka kini fasih mengangkat tema sosial, mulai dari kisah pemberontakan komunisme, isu pelacuran, korupsi, diskriminasi sampai uraian seorang tokoh yang kini menjadi Capres 2014, Jokowi.

Dalam jajaran penulis puisi esai itu, ada Sujiwo Tejo, Agus Noor, Chavchay Saefullah, Akidah Gauzillah, Anis Sholeh Ba’asyin, Dianing Widya, Ahmadun Yosi Herfanda, Anwar Putra Bayu, D. Kemalawati, Handry Tm, Mezra E. Pellondou, Salman Yoga S, Mustafa Ismail, Kurnia Effendi, Bambang Widiatmoko, Nia Samsihono, Anisa Afzal, Isbedy Stiawan ZS, Remmy Novaris, Sihar Ramses Simatupang, dan Rama Prabu.

Sejak puisi esai ditulis Denny JA dan diterbitkan dalam buku Atas Nama Cinta, istilah puisi esai pun menjadi perdebatan dimana-mana, terutama di kalangan para penulis puisi dan sastrawan. Ada pihak yang menolak dengan keras, ada yang biasa-biasa saja, dan ada yang menyambut dengan gembira. Perdebatan menjadi lebih keras lagi setelah terbit buku 33 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sastra Indonesia terbitan Gramedia dan PDS HB Jassin. Denny JA masuk dalam list itu karena kepeloporannya dan followersipnya dalam puisi esai.

Sementara yang menyambut gembira, umumnya adalah beberapa penulis yang menulis esai, cerpen, atau tulisan lain tapi jarang atau tidak pernah menulis puisi.

Buku puisi esai yang terbit saat ini menyusul terbitnya buku Atas Nama Cinta karya Denny JA. Penulis yang tidak pernah membayangkan bahwa mereka bisa dan boleh menulis puisi. Buku puisi esai itu adalah: Kutunggu Kamu di Cisadane, karya Ahmad Gaus (2012); Manusia Gerobak karya Elza Peldi Taher (2013); Imaji Cinta Halima karya Novriantoni Kahar (2013). Terakhir buku puisi esai yang memotret diskriminasi agama karya aktivis sosial Anick HT: “Kuburlah Kami Hidup-Hidup.”

Rencananya bulan April 2014, akan terbit lima buku puisi esai tambahan. Dalam usianya yang relatif pendek, puisi esai  terdokumentasi dalam total 23 buah buku puisi. Ini jumlah sebuah publikasi genre baru yang belum ada presedennya dalam sejarah sastra Indonesia.

Puisi esai yang dilahirkan Denny JA kini membuka dunia baru puisi. [dem]

https://rmol.id/amp/2014/03/20/148022/bersaksi-sosial-melalui-puisi-esai

Facebook
WhatsApp
Print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Puisi Esai Network is a forum for exchanging creativity among communities
Copyright@Puisi Esai Network

Library of Denny JA’s Works and Ideas

Essay Poetry Library

Selected Works of Denny JA