Berita

Lima Film Anti-Diskriminasi Hanung-Denny JA Ramaikan JAFF

Lima Film Anti-Diskriminasi Hanung-Denny JA Ramaikan JAFF

Jumat, 6 Desember 2013 | 03:21 WIB

Oleh : YS

Salah satu adegan film

Salah satu adegan film “Sapu Tangan Fang Yin”. Film ini salah satu dari lima film anti-diskriminasi yang diputar dalam ajang Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) VIII di Yogyakarta, Kamis (5/12). (Foto: istimewa)

Lima film bertema antidiskriminasi hasil kolaborasi Denny JA dengan sutradara Hanung Bramantyo diputar dalam festival film bergengsi Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) VIII di Yogyakarta.

Lima film itu yakni Sapu Tangan Fang Yin, Romi dan Juli dari Cikeusik, Cinta Terlarang Batman dan Robin, Bunga Kering Perpisahan, dan Minah Tetap Dipancung.

Film-film itu diputar dalam sesi Spesial Program: Film for Social Movement di Teater Budaya Yogyakarta pada Kamis (5/12) pukul 15.00-18.000 WIB.

“Pemutaran lima film bertema antidiskriminasi garapan Denny JA dan Hanung ini bukan baru pertama kali ini diadakan. Sebelumnya telah diputar di beberapa kegiatan gerakan sosial dan budaya di Jakarta dan sejumlah kota besar di Indonesia dalam rangka kampanye Indonesia Tanpa Diskriminasi yang digagas Yayasan Denny JA untuk Indonesia Tanpa Diskriminasi,” tutur festival manager JAFF Lija Anggraheni.

Lima film itu masing-masing berkisah tentang diskriminasi dalam berbagai bentuk yang kerap terjadi di Indonesia. Sapu Tangan Fang Yin, misalnya, bercerita tentang perempuan etnis tionghoa yang terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya Indonesia ke Amerika Serikat demi menghilangkan trauma sebagai korban pemerkosaan saat kerusuhan Mei 1998.

Romi dan Juli dari Cikeusik tak ubahnya kisah cinta tragis Romeo dan Juliet namun dalam setting suasana berbeda yakni kisah cinta dua insan yang berbeda aliran keagamaan; Ahmadiyah dan kelompok Islam konservatif.

Minah Tetap Dipancung berkisah tentang nasib seorang wanita TKI di Arab Saudi yang merelakan nyawanya terpancung demi membela kehormatan dirinya yang nyaris direngut majikannya.

Cinta Terlarang Batman dan Robin menampilkan kisah tentang jalinan asmara dua lelaki yang distigmakan sebagai sesuatu yang melanggar norma, dan Bunga Kering Perpisahan yang mengisahkan tentang perkawinan beda agama.

Ketua Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar menjelaskan, lima film itu bermula dari lima puisi esai karya Denny JA dalam buku puisi esai Atas Nama Cinta yang dirilis pada 2012 lalu. Dijelaskan, puisi yang telah mendapat apresiasi dalam berbagai medium seperti film, musik, teater dan foto itu kemudian divisualisasikan dalam film.

Menurut dia, pemutaran lima film bertema antidiskriminasi itu bukan baru pertama kali ini diadakan. Lima film itu sebelumnya telah diputar di beberapa kegiatan gerakan sosial dan budaya di Jakarta dan sejumlah kota besar di Indonesia dalam rangka kampanye “Indonesia Tanpa Diskriminasi” yang digagas oleh Yayasan Denny JA untuk Indonesia Tanpa Diskriminasi.

Selain memutar film tersebut, pada hari terakhir penyelenggaraan festival, Sabtu (7/12), Hanung bersama Yayasan Denny JA akan mengisi salah satu sesi diskusi yang akan membincang tema Film for Social Movement.

Sumber: PR/YS

https://www.beritasatu.com/hiburan/153984/lima-film-antidiskriminasi-hanungdenny-ja-ramaikan-jaff

Lima Film Anti-Diskriminasi Hanung-Denny JA Ramaikan JAFF Read More »

Novriantoni Kahar Luncurkan Buku Puisi-Esai Anti Diskriminasi

Penulis: Kris Hidayat 10:49 WIB | Selasa, 12 November 2013

Novriantoni Kahar Luncurkan Buku Puisi-Esai Anti Diskriminasi
Remy Sylado yang menyanyikan sebait puisi dari Imaji Cinta Halima.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Diskriminasi terhadap perempuan masih menjadi isu yang sangat mengkhawatirkan di Indonesia, terutama terhadap perempuan Islam.  Perbedaan paham kerap menjadi pemantik lahirnya sikap diskriminatif. Tak jarang malah menjelma menjadi aksi kekerasan yang brutal. Sebuah momok yang harus dilawan. 

Inilah pesan penting yang coba disampaikan oleh Novriantoni Kahar, seorang sastrawan muda asal Riau, dalam buku puisi-esainya yang berjudul Imaji Cinta Halima: Lima Kisah Kasih dalam Pergumulan Agama, terbitan ReneBook, yang diluncurkan di Kafe Pisa Mahakam, Jakarta, Senin (11/11) malam. Dengan pisau sastra bergenre puisi-esai, Novri menguliti isu diskriminasi terhadap perempuan dengan cara yang tangkas dan elegan. Ia berhasil mengajak kita merenungkan kembali makna agama dan tugas kita sebagai manusia.

“Dalam naungan ideologi yang mengatasnamakan agama, perempuan Indonesia masih mengalami tekanan hebat tatkala mengekspresikan kebebasan individualnya,” ujar Novri disela peluncuran buku yang bertepatan dengan peringatan hari ulang tahunnya. 

Sebagai sosok pemikir muda Islam, Novri sangat menghayati kisah-kisah yang ditulisnya. Lima suara perempuan yang menjadi korban diskriminasi di bukunya setebal 162 halaman ini seperti sedang mengaduh di hadapan kita.

Sebut saja Naura, Datanglah Naura! Di sini, Novri yang adalah juga Direktur Yayasan Denny JA ini bercerita tentang kisah cinta lintas agama di Mesir, antara seorang muslimah dengan pemuda Kristen Koptik. Dilema cinta yang dibayang-bayangi norma agama dan kabilah itu menyisakan tanda tanya tragis di ujung cerita.

Ada juga cerita Demi Dakwah, Halalan Thayyiba. Ini tentang ustad kere yang tiba-tiba kondang sehingga hidupnya berubah. Niatnya untuk “mendua” telah meninggalkan luka yang amat dalam pada istrinya yang pertama.

Buku ini juga memuat tiga kisa lainnya, yaitu Mata yang Menembus Cadar—tentang mahasiswi Indonesia yang hidup di bawah tekanan ideologi Islamisme di Pakistan sehingga terpaksa memakai cadar, menikah muda, lalu putus sekolah.

Yang paling menarik adalah Imaji Cinta Halima yang menjadi judul buku ini. Ini bercerita tentang cinta nyonya Saudi yang terpikat hati pada seorang sopir Indonesia. Cinta—nyaris mustahil terjadi—ini tiada lain merupakan buah dari kebijakan Arab Saudi yang sampai kini masih tak membenarkan perempuan mengemudi mobil sendiri.

Kisah terakhir, Yusuf Sang Westernis, bicara tentang pertengkaran nilai-nilai hidup. Seorang bapak yang berpegang pada prinsip-prinsip agama yang ketat berhadapan dengan anaknya yang melihat dunia dengan kaca mata berbeda.

Sebagai pesan, buku ini dapat dikatakan sebagai “teman” yang baik bagi mereka yang masih tersisih karena perlakuan diskriminatif, sekaligus “guru” yang bijak bagi mereka yang congkak terhadap mereka yang lemah.

“Saya sangat berharap, kisah-kisah ini dapat memberi inspirasi tentang bagaimana agama semestinya dihayati dalam konteks, tempat dan aktor yang berbeda-beda,” demikian tegas Novri.

Acara launcing buku Imaji Cinta Halima ini digelar oleh penerbit ReneBook bekerjasama dengan Jurnal Sajak. Hadir dalam acara in Denny JA sebagai pencetus ide puisi-esai, Zen Hae yang memberikan ulasan atas buku Novri, serta Remy Sylado yang menyempatkan datang dan menggubah lagu secara spontan dalam pembacaan puisi-esai yang dipilih langsung pada acara malam tersebut.

Acara ini juga dimeriahkan oleh kehadiran Sacha Stevenson seorang youtuber dan satiris asal Kanada yang bertutur tentang pilihan-pilihan hidup yang dijalaninya. Sebelum Novri tampil dalam musikalisasi puisi dari buku yang ditulisnya sendiri, Lurah Susan Jasmine Zulkiflie memberikan sambutan dan juga membacakan puisi yang khusus dibuat oleh Novri untuk dibaca oleh Lurah Susan pada acara peluncuran buku tersebut.

Sakdiyah Ma’ruf memandu acara dengan jenaka, yang menghantarkan seluruh rangkaian peluncuran buku pada musikalisasi puisi oleh sang penulis dan Monica Anggie, yang diiringi iringan musik blues dari gitar yang dipetik oleh Kate Grealy, seorang gitaris Australia yang melengkapi penampilan Novriantoni Kahar sebagai sastrawan muda puisi-esai di Indonesia.

https://www.satuharapan.com/read-detail/read/novriantoni-kahar-luncurkan-buku-puisi-esai-anti-diskriminasi

Novriantoni Kahar Luncurkan Buku Puisi-Esai Anti Diskriminasi Read More »

Buku ‘Sapu Tangan Fang Yin’ Dibahas di Frankfurt Book Fair

Jumat 16 Oct 2015 19:17 WIB

Red: Erik Purnama Putra

Denny JA membahas buku 'Sapu Tangan Fang Yin'.
Denny JA membahas buku ‘Sapu Tangan Fang Yin’.
Foto: Youtube

REPUBLIKA.CO.ID, FRANKFURT — Buku karya Denny JA, Sapu Tangan Fang Yin ikut meramaikan perhelatan Frankfurt Book Fair 2015. Di acara pameran buku paling bergengsi di dunia tersebut, Indonesia menjadi tamu kehormatan.

Dalam wawancaranya bersama sebuah jaringan radio di Frankfurt, Kamis (15/10) waktu setempat, Denny berbicara tentang diskriminasi yang kini makin meningkat diseluruh dunia. Menurut dia, kini diperlukan banyak karya sastra guna memerangi diskriminasi yang makin meningkat.

“Publik memerlukan lebih banyak buku tentang diskriminasi karena tak di diduga, berdasarkan studi dari Pew Research Center 2015 di 198 negara, level diskriminasi di dunia, terutama soal agama, justru meningkat,” kata Denny dalam pernyataan, Jumat (16/10).

Pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI) tersebut menyatakan, terjadi peningkatan level diskriminasi di dunia dari yang melibatkan 20 persen negara pada 2007, meningkat menjadi 29 persen negara pada 2011, menjadi 33 persen negara setahun kemudian.

Populasi dunia yang hidup di negara yang melakukan tindakan diskriminasi dalam level tingkat tinggi juga bertambah, dari 45 persen pada 2007, menjadi 52 persen pada 2011, dan naik lagi menjadi 74 persen pada 2012.

“Berdasarkan riset itu, mayoritas penduduk dunia kini hidup dalam lingkungan sosial yang saling melakukan diskriminasi terutama untuk isu agama,” imbuhnya.

Diskriminasi tak hanya di Indonesia, seperti pembakaran gereja di Aceh Singkil atau masjid di Tolikara, kata dia, di Jerman sendiri tempat dilakukannya Frankfurt Book Fair juga terjadi. Bahkan di Amerika Serikat, persepsi anggota masyarakat praktik diskriminasi tetap terjadi terutama yang dirasakan kaum imigran.

Menurut Denny efek sebuah buku apalagi puisi terhadap perjuangan diskriminasi, lebih menyentuh hati publik luas. “Politisi membuat kebijakan publik. Tapi intelektual dan penyair memberikan inspirasi lewat buku- buku dan karya seninya,” katanya.

https://www.republika.co.id/berita/nwbbh2334/buku-sapu-tangan-fang-yin-dibahas-di-frankfurt-book-fair

Buku ‘Sapu Tangan Fang Yin’ Dibahas di Frankfurt Book Fair Read More »

Kompas

“Pekan Tanpa Diskriminasi” Ditutup Pemutaran Film

“Pekan Tanpa Diskriminasi” Ditutup Pemutaran Film

Kompas Cyber Media 3-4 minutes


JAKARTA, KOMPAS.com–Pemutaran film “Cinta yang dirahasiakan” dan diskusi tentang diskriminasi LGBT di Indonesia menandai penutupan acara “Pekan Indonesia Tanpa Diskriminasi” yang diadakan Yayasan Denny JA bekerjasama dengan kelompok kerja masyarakat sipil di Jakarta, Rabu.

Direktur YDJA Novriantoni Kahar dalam keterangan pers mengatakan, acara Pekan Tanpa Diskriminasi yang berlangsung 21–24 Oktober 2012 berlangsung sukses yang pertama diisi pengumuman hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tentang meningkatnya populasi yang tidak nyaman dengan keberagaman pada (21/10).

Kemudian dilanjutkan acara pemutatan lima buah film karya Hanung Bramantyo yang diambil dari Puisi Esai Denny JA (pendiri LSI) dan diskusi tentang diskriminasi minoritas di Indonesia yang acara tersebut dimaksudkan menyambut Hari Sumpah Pemuda, ke-84, tanggal 28 Oktober 2012.

Acara hari penutupan diisi dengan pemutaran film tentang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) dan diskusi yang menampilkan pembicara yakni Prof Koeswinarno (guru besar UIN Suan Kalijaga Yogyakarta), dan Merlyn Sofyan (aktivis LGBT dan mantan Ratu Waria 2011).

Novri mengatakan, dalam beberapa survei di Indonesia, kelompok yang kemudian disebut LGBT adalah salah satu kelompok yang paling dijauhi oleh masyarakat yang menganggap mereka abnormal, sakit, menyimpang, dan sebagainya.

“Diskriminasi pun sehari-hari menimpa kelompok ini, baik dari kebijakan negara, aparat maupun masyarakat secara umum, sehingga muncullah suatu sikap yang disebut homophobia,” katanya.

Hal inilah, kata Novri, suatu sebutan bagi orang atau kelompok yang “phobia” atau takut, benci atau memiliki sikap sinistik terhadap para homoseks yang dilandasi beragam alasan, mulai  dari alasan dogma agama hingga takut dituduh menjadi homo.

Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email

Hingga saat ini, katanya, lebih dari 70 negara masih mengkriminalisasikan kelompok LGTB dalam kebijakannya, sehingga ada jutaan kelompok LGTB terancam penangkapan, dipenjarakan dan bahkan di beberapa negara dihukum mati.

Di lain pihak, Sekjen PBB Ban Ki-Moon pada 10 Desember 2010 menyatakan “Apabila seseorang diserang, diperlakukan dengan kejam, atau dipenjarakan karena orientasi seksual mereka, kita harus bersuara”.

Sekjen PBB menyerukan kepada setiap negara di dunia untuk mengambil tindakan khusus untuk melindungi setiap individu dari kekerasan dan diskriminasi atas dasar orientasi seksual  dan identitas gender atas alasan apa pun.

Oleh karena itu, setiap tanggal 17 Mei juga diperingati Hari Internasional melawan homophobia atau “International Day Againt Homophobia (IDAHO)”. Hal ini juga didasarkan pernyataan resmi WHO pada 17 Mei 1990 bahwa homoseksual bukan penyakit atau gangguan kejiwaan.

Novri menyatakan, di Indonesia melalui Kemenkes pada 1993 di dalam Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) III juga mengeluarkan homoseksual dari klasifikasi sebangai penyakit/gangguan jiwa.

“Pekan Tanpa Diskriminasi” Ditutup Pemutaran Film Read More »

“Pekan Tanpa Diskriminasi” Ditutup Pemutaran Film

25/10/2012, 01:02 WIB

EditorJodhi Yudono JAKARTA, KOMPAS.com–Pemutaran film “Cinta yang dirahasiakan” dan diskusi tentang diskriminasi LGBT di Indonesia menandai penutupan acara “Pekan Indonesia Tanpa Diskriminasi” yang diadakan Yayasan Denny JA bekerjasama dengan kelompok kerja masyarakat sipil di Jakarta, Rabu. Direktur YDJA Novriantoni Kahar dalam keterangan pers mengatakan, acara Pekan Tanpa Diskriminasi yang berlangsung 21–24 Oktober 2012 berlangsung sukses yang pertama diisi pengumuman hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tentang meningkatnya populasi yang tidak nyaman dengan keberagaman pada (21/10). Kemudian dilanjutkan acara pemutatan lima buah film karya Hanung Bramantyo yang diambil dari Puisi Esai Denny JA (pendiri LSI) dan diskusi tentang diskriminasi minoritas di Indonesia yang acara tersebut dimaksudkan menyambut Hari Sumpah Pemuda, ke-84, tanggal 28 Oktober 2012. Acara hari penutupan diisi dengan pemutaran film tentang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) dan diskusi yang menampilkan pembicara yakni Prof Koeswinarno (guru besar UIN Suan Kalijaga Yogyakarta), dan Merlyn Sofyan (aktivis LGBT dan mantan Ratu Waria 2011).

Novri mengatakan, dalam beberapa survei di Indonesia, kelompok yang kemudian disebut LGBT adalah salah satu kelompok yang paling dijauhi oleh masyarakat yang menganggap mereka abnormal, sakit, menyimpang, dan sebagainya. “Diskriminasi pun sehari-hari menimpa kelompok ini, baik dari kebijakan negara, aparat maupun masyarakat secara umum, sehingga muncullah suatu sikap yang disebut homophobia,” katanya. Hal inilah, kata Novri, suatu sebutan bagi orang atau kelompok yang “phobia” atau takut, benci atau memiliki sikap sinistik terhadap para homoseks yang dilandasi beragam alasan, mulai dari alasan dogma agama hingga takut dituduh menjadi homo.

Hingga saat ini, katanya, lebih dari 70 negara masih mengkriminalisasikan kelompok LGTB dalam kebijakannya, sehingga ada jutaan kelompok LGTB terancam penangkapan, dipenjarakan dan bahkan di beberapa negara dihukum mati. Di lain pihak, Sekjen PBB Ban Ki-Moon pada 10 Desember 2010 menyatakan “Apabila seseorang diserang, diperlakukan dengan kejam, atau dipenjarakan karena orientasi seksual mereka, kita harus bersuara”.

Sekjen PBB menyerukan kepada setiap negara di dunia untuk mengambil tindakan khusus untuk melindungi setiap individu dari kekerasan dan diskriminasi atas dasar orientasi seksual dan identitas gender atas alasan apa pun. Oleh karena itu, setiap tanggal 17 Mei juga diperingati Hari Internasional melawan homophobia atau “International Day Againt Homophobia (IDAHO)”. Hal ini juga didasarkan pernyataan resmi WHO pada 17 Mei 1990 bahwa homoseksual bukan penyakit atau gangguan kejiwaan. Novri menyatakan, di Indonesia melalui Kemenkes pada 1993 di dalam Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) III juga mengeluarkan homoseksual dari klasifikasi sebangai penyakit/gangguan jiwa.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “”Pekan Tanpa Diskriminasi” Ditutup Pemutaran Film”, Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2012/10/25/01022046/~Oase~Cakrawala.

“Pekan Tanpa Diskriminasi” Ditutup Pemutaran Film Read More »