“Mengembalikan Puisi ke Tengah Gelanggang”
Denny JA
Puisi Esai Network
“Jika saja lebih banyak politisi yang membaca puisi dan lebih banyak penyair yang mengerti politik, maka kita akan mewarisi dunia yang lebih baik.”
Demikianlah kutipan John F. Kennedy. Spirit ini sesuai dengan Puisi Esai yang kembali membawa puisi ke tengah gelanggang.
A. Latar Belakang
Survei yang dilakukan oleh Washington Post di tahun 2012 mengatakan bahwa hanya 6.7 persen saja yang membaca sastra minimal satu buku dalam satu tahun. Lalu LSI Denny JA di tahun 2018 melakukan riset survei serupa untuk skala Indonesia dan hasilnya hanyalah 6 persen.
Mengapa pembaca sastra khususnya puisi semakin merosot? Menurut John Barr, pendiri yayasan Poetry: A Magazine of Verse, mengatakan bahwa publik makin terpisah dari dunia puisi. bukan karena publik yang meninggalkan puisi. Penulisan puisi mengalami stagnasi, tak ada perubahan berarti selama puluhan tahun. Publik luas merasa semakin berjarak dengan dunia puisi. Para penyair hanya asyik dalam fantasinya sendiri dan komunikasi dengan sesama penyair, yang semakin lama komunitasnya makin mengecil. Mereka mengembangkan bahasa tinggi tapi bahasa yang semakin susah dipahami publik. Akibatnya publik menjauh dari dunia puisi. Bahasa berkelas bukanlah bahasa yang sulit dimengerti, melainkan bahasa berestetika yang memiliki kepedulian pada keindahan bahasa itu sendiri.
Budaya pop culture pun menjamur dan menjadi konsumsi harian, tapi sastra dan puisi tidak beradaptasi. Bahasa pergaulan menjadi dominan ruang kehidupan kita sehari-hari selama 24 jam, sehingga dari sisi bahasa saja sebenarnya kita cukup jauh dari kelas masyarakat berperadaban.
Padahal pada saat bersamaan, karya-karya sastra, khususnya dalam hal ini puisi, masih terus ditulis. Para penyair terus bermunculan. Karya sastra yang notabene “bertugas” mengentaskan bahasa masyarakat dan mentransformasikannya ke level yang lebih tinggi seolah gagal mengemban tugas itu. Mungkin karena sastra sudah terlajur berjarak dengan masyarakat; karena ia tidak ditulis untuk dimengerti oleh masyarakat, melainkan untuk dimengerti kalangan sastrawan sendiri; karena ia tidak diserap dari denyut nadi masyarakat, melainkan dari imajinasi sastrawannya sendiri yang berpijak di dunia hampa, bukan dunia realitas sosial yang keras dan penuh tragedi.
Akibatnya, karya-karya sastra mengalami involusi, berputar-putar dalam dirinya, tidak mampu mengangkat suara batin masyarakat, dan gagal pula mengangkat kualitas bahasa masyarakat.
B. Datangnya Puisi Esai
Masyarakat sebenarnya mencintai karya sastra, asalkan mereka disuguhkan karya sastra yang mewakili dunia batin dan denyut kehidupan sehari-hari mereka. Inilah salah satu poin dari kehadiran puisi esai. Puisi esai ingin mengembalikan puisi ke pangkuan masyarakat.
Oleh karena itu, puisi esai memasukkan isu-isu sosial yang nyata ke jantung puisi, dengan bahasa yang indah, namun juga mudah dimengerti oleh masyarakat. Akurasi data dari isu isu tersebut dapat dipertanggungjawabkan karena dapat dilacak kebenarannya dan ada dokumen peristiwanya.
Puisi Esai juga menjawab tantangan perubahan zaman dengan menggunakan medium film, animasi, dan lagu untuk mengekspresikan gagasannya. Karya-karya kreatif puisi harus bisa dinikmati oleh masyarakat yang kini lebih menyukai suguhan audio visual.
info@puisiesai.com
Puisi Esai Network adalah forum bertukar kreativitas di kalangan peminat.
Copyright@Puisi Esai Network 2020
Perpustakaan Karya dan Pemikiran Denny JA
Perpustakaan Puisi Esai
Selected Works of
Denny JA